Tweet |
Republika/Yogi Ardhi
Pilpres dan Kemiskinan |
Tidak dapat dipungkiri bahwa kemiskinan merupakan penyakit yang amat
berbahaya bagi keselamatan dan keutuhan akidah, terutama jika si miskin
hidup di lingkungan orang-orang kaya yang sama sekali tidak peduli
dengan nasib mereka.
Terlebih jika si miskin termasuk orang yang sudah mati-matian bekerja keras (tetapi nasibnya juga tidak berubah), sementara si kaya nampaknya hanya duduk-duduk saja.
Dalam keadaan itu, si miskin cenderung menawarkan semacam keragu-raguan untuk
mempertanyakan kebijaksanaan dan keadilan Allah SWT dalam mendistribusikan harta kepada umat manusia.
Pendapat itu tidak berbeda dengan sebuah syair:
Banyak orang pandai yang dilelahkan oleh pendapat-pendapatnya.
Tetapi banyak orang bodoh yang ternyata banyak mendapatkan rizki.
Inilah yang menyebabkan hati menjadi bingung.
Dan orang yang pintar menjadi zindik
Menurut ulama besar dari Mesir, Prof Dr Yusuf Qaradhawi (2002), kemiringan akidah bersumber dari masalah kemiskinan dan ’ketidakdilan distribusi’. Al-Mishry (seorang sufi) mengatakan, ”Paling kafirnya (ingkar) manusia adalah orang miskin yang tidak sabar”.
Tidak aneh jika Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Hampir saja, kefakiran menjadi kekafiran”.
Karena itu, marilah kita memohon perlindungan kepada Allah SWT dari segala bahaya kefakiran (kemiskinan) dan kekafiran ini beliau ekspresikan dalam rangkaian dia:
”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran”.
”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran, kekurangan (kemiskinan) dan kehinaan. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari berbuat dhalim atau saya yang dizalimi”.
Jika saja kemiskinan bisa membahaya akidah dan kemimanan, tidak kalah penting (untuk diperhatikan) bahwa kemiskinan juga bisa berdampak negatif terhadap prilaku dan moral seseorang.
Kesengsaraan dan kepedihan hidup yang diderita oleh orang miskin-apalagi di sekitarnya hidup dalam kecukupan-sering menjadi stimulus negatif untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji.
Wajar kalau banyak pakar mengatakan: Shaut al-Ma’iddah aqwa min shaut al-Dlamir (bunyi perut yang keroncongan karena lapar lebih nyaring (bisa mengalahakan) suara hati nurani).
Rasulullah SAW pernah menjelaskan kepada kita tentang bahaya hidup dalam keterhimpitan kemiskinan, kaitannya dengan prilaku (moral): Ambillah pemberian selama itu masih berupa pemberian.
Tetapi kalau sudah suap atas utang maka jangan kalian ambil. Dan kalian tidak meninggalkannya selama kaliah butuh dan fakir.”
Kemiskinan juga bisa membuat seorang muslim bisa menjadi pencuri, pelacur, koruptor dan lainnya dan ada baiknya kita menyimak sebuah hadis Rasulullah SAW: ”Sedekahmu kepada si pencuri, mudah-mudahan bisa mencegah dia untuk mencuri lagi. Sedekahmu kepada si pelacur, mudah-mudahan bisa mencegah dia untuk melakukan perzinahan lagi.”
Oleh Dr HM Harry Mulya ZeinTerlebih jika si miskin termasuk orang yang sudah mati-matian bekerja keras (tetapi nasibnya juga tidak berubah), sementara si kaya nampaknya hanya duduk-duduk saja.
Dalam keadaan itu, si miskin cenderung menawarkan semacam keragu-raguan untuk
mempertanyakan kebijaksanaan dan keadilan Allah SWT dalam mendistribusikan harta kepada umat manusia.
Pendapat itu tidak berbeda dengan sebuah syair:
Banyak orang pandai yang dilelahkan oleh pendapat-pendapatnya.
Tetapi banyak orang bodoh yang ternyata banyak mendapatkan rizki.
Inilah yang menyebabkan hati menjadi bingung.
Dan orang yang pintar menjadi zindik
Menurut ulama besar dari Mesir, Prof Dr Yusuf Qaradhawi (2002), kemiringan akidah bersumber dari masalah kemiskinan dan ’ketidakdilan distribusi’. Al-Mishry (seorang sufi) mengatakan, ”Paling kafirnya (ingkar) manusia adalah orang miskin yang tidak sabar”.
Tidak aneh jika Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Hampir saja, kefakiran menjadi kekafiran”.
Karena itu, marilah kita memohon perlindungan kepada Allah SWT dari segala bahaya kefakiran (kemiskinan) dan kekafiran ini beliau ekspresikan dalam rangkaian dia:
”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran”.
”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran, kekurangan (kemiskinan) dan kehinaan. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari berbuat dhalim atau saya yang dizalimi”.
Jika saja kemiskinan bisa membahaya akidah dan kemimanan, tidak kalah penting (untuk diperhatikan) bahwa kemiskinan juga bisa berdampak negatif terhadap prilaku dan moral seseorang.
Kesengsaraan dan kepedihan hidup yang diderita oleh orang miskin-apalagi di sekitarnya hidup dalam kecukupan-sering menjadi stimulus negatif untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji.
Wajar kalau banyak pakar mengatakan: Shaut al-Ma’iddah aqwa min shaut al-Dlamir (bunyi perut yang keroncongan karena lapar lebih nyaring (bisa mengalahakan) suara hati nurani).
Rasulullah SAW pernah menjelaskan kepada kita tentang bahaya hidup dalam keterhimpitan kemiskinan, kaitannya dengan prilaku (moral): Ambillah pemberian selama itu masih berupa pemberian.
Tetapi kalau sudah suap atas utang maka jangan kalian ambil. Dan kalian tidak meninggalkannya selama kaliah butuh dan fakir.”
Kemiskinan juga bisa membuat seorang muslim bisa menjadi pencuri, pelacur, koruptor dan lainnya dan ada baiknya kita menyimak sebuah hadis Rasulullah SAW: ”Sedekahmu kepada si pencuri, mudah-mudahan bisa mencegah dia untuk mencuri lagi. Sedekahmu kepada si pelacur, mudah-mudahan bisa mencegah dia untuk melakukan perzinahan lagi.”
Tweet |
Diposkan Oleh : luxspia ~ News, Music, Sport, Articles, Religius
Judul Posting :Kemiskinan yang Dapat Gelincirkan Iman
Semoga bermanfaat bagi bloggers. Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.
Semoga bermanfaat bagi bloggers. Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar